Sumber Daya Indonesia Dieksploitasi
Asing
Indonesia
menjadi Negara dengan kekayaan yang besar. Kekayaan budaya dan terlebih lagi
kekayaan sumber daya alamnya yang sangat besar. Itu semua adalah karunia Tuhan
yang Maha Esa yang diberikan kepada kita rakyat Indonesia. Namun, sumber daya
alam tersebut belum kita nikmati seutuhnya karena banyak sumber daya alam yang
belum terjamah atau bahkan tersentuh di pelosok nusantara yang kaya ini. Banyak
sekali wilayah yang memiliki potensi namun belum bisa maksimal untuk
dimanfaatkan sumber daya alamnya. Letak geografis menunjukan betapa kata
Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi
hidrografis dan deposit sumber daya alamnya yang melimpah. Sumber daya alam
Indonesia berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan, perikanan, peternakan,
perkebunan serta pertambangan dan energy.
Berdasarkan
usia tanaman, perkebunan di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
tanaman semusim (tebu, tembakau, kapas, jarak, sereh wangi, nilam dan rami) dan
tanaman tahunan (karet, kelapa, kopi, kelapa sawit, cengkeh, pala, kayu manis,
panili, kemiri, pinang, asam jawa, siwalan, nipah, kelapa deres, aren dan
sagu). Sebagian besar budidaya perkebunan berupa tanaman tahunan.
Populasi
peternakan di Indonesia terdiri atas populasi ternak besar seperti, sapi perah,
sapi potong, kerbau, dan kuda. Populasi ternak kecil meliputi: kambing, domba,
dan babi. Sementara populasi ternak unggas terdiri dari ayam kampung, ayam ras
petelur, ayam ras pedaging dan itik. Diantara hasil ternak yang saat ini
memiliki prospek ekspor adalah kulit olahan (disamak).
Berdasarkan
fungsinya, hutan Indonesia dibagi menjadi empat jenis, yaitu hutan lindung,
hutan produksi, hutan suaka alam, dan hutan wisata. Produksi kehutanan berupa
kayu hutan, baik kayu bulat, kayu gergajian maupun kayu lapis. Dari hasil hutan
tersebut, yang saat ini menjadi produk andalan Indonesia untuk kegiatan ekspor
adalah kayu lapis.
Fakta
fisik bahwa dua per tiga wilayah Indonesia berupa laut, maka sumber daya alam
di laut memiliki potensi yang sangat besar. Selain mengandung minyak, gas,
mineral dan energi laut non-konvesional, serta harta karun yang sudah mulai
digali meskipun masih terbatas, laut juga menghasilkan ikan yang potensi
lestarinya diperkirakan sebesar 6, 4 juta ton per tahun. Saat ini yang baru
dimanfaatkan sekitar 70 %. Pengembangan sumber daya kelautan dan perikanan
dikelompokkan dalam lima industri kelautan, yaitu industri perikanan, industri
mineraldan energi laut, industri maritim, termasuk industri galangan kapal,
industri pelayaran (transportasi laut) dan industri pariwisata (wisata bahari
dan kawasan konservasi). Saat ini yang menjadi andalan ekspor perikanan
Indonesia adalah udang dan Tuna.
Sebagian
besar lahan perkebunan yang luas di Indonesia menghasilkan komoditas pertanian
atau hasil bumi untuk diperdagangkan.Indonesia adalah salah satu dari tiga
negara penghasil terbesar karet di dunia, terbesar ketiga penghasil kopi, dan
salah satu penghasil utama dunia untuk kelapa, tembakau, kakao dan
rempah-rempah. Wilaya Indonesia kaya akan cadangan mineral seperti timah,
tembaga, emas, bauksit, dan nikel. Indonesia juga dikenal sebagai eksportir
terbesar gas alam cair (liquefied natural gas/LNG). Penghasilan dari ekspor
minyak telah mendatangkan devisa terbesar bai negara. Selain itu, upaya
pengembangan sumber energi alternati f terus digalakkan. Pembangunan pusat
pembangkit energi tenaga panas bumi (geotermal) dan energi tenaga air (hidroelektrik)
terus diusahakan.
Selain
sektor pertanian dan ekspor bahan mentah yang mendminasi kegiatan
ekonomi,Indonesia pun menjadi negara industri
dalam 35 tahun, terakhir. beberapa diantara industri besar di Indonesia
adalah industri pengolahan besi, minyak, kayu dan mebel, produk kimia, semen,
kaca, dan produk berbahan dasar karet, mesin dan pupuk. Sebagian industri itu
langsung dikontrol oleh pemerintah yaitu kegiatan usaha yang disebut BUMN
(Badan Usaha Milik Negara). Indonesia juga berusaha mengembangkan industri
berteknologi tinggi, seperti barang-barang elektronik dan pesawat terbang.
Industri tekstil juga dikembangkan dalam skala besar, termasuk diantaranya
industri batik, yaitu kain yang diberi motif khas Indonesia, baik dengan teknik
tradisional (batik tulis) maupun dengan cetak modern (batik cetak).
Lalu
timbulah permasalahan dari kegiatan pengelolaan sumber daya alam tersebut. Sumber
daya alam yang akhirnya tidak dimanfaatkan dengan baik oleh rakyat Indonesia
itu sendiri berangsur – angsur dimanfaatkan oleh Negara asing. Kita dapat
mengambil contoh kasus PT. Freeport Indonesia yang ada di Papua. Perusahaan
asing asal Amerika ini sudah melakukan eksploitasi besar – besaran terhadap
sumber daya alam di Indonesia. PT. Freeport Indonesia sudah melakukan
eksploitasi terhadapa sumber daya alam Indonesia selama 49 tahun. Mereka meraup
untung yang sangat besar dari tambang emas dan tembaga yang mereka kelola.
Namun bagaimana keadaan warga sekitar daerah pertambangan?
Faktanya
bahwa masih banyak warga sekitar area pertambangan yang hidup kekurangan. PT.
Freeport Indonesia dalam hal ini artinya tidak memberikan keuntungan terhadap
warga sekitar. Yang mereka berikan hanyalah kerugian seperti tanah adat dan
hutan digusur untuk kepentingan pribadi. Selain warga Papua yang dirugikan,
Indonesia pun juga dirugikan oleh PT. Freeport Indonesia.
Menurut
data yang ada, PT. Freeport Indonesia dapat meraup keuntungan sebesar 114
miliar rupiah per harinya. Dalam setahun kira – kira PT. Freeport Indonesia
dapat menghasilkan keuntungan sebesar 70 triliun rupiah. Namun kontribusi nya
ke Indonesia hanya sekitar 12 milliar rupiah per tahun. Kontribusi yang
diberikan kepada Indonesia bahkan tidak sampai seperempatnya dari keuntungan
yang mereka hasilkan. Walaupun sekarang PT. Freeport Indonesia mengaku telah
membayar kontribusi ke Indonesia sekitar seperempat dari keuntungan yang mereka
hasilkan.
Selain
kasus PT. Freeport Indonesia, ada juga kasus pencurian mutiara oleh perusahaan
asing di wilayah perairan Indonesia. Dalam kasus ini banyak perusahaan asing
yang mengambil mutiara di wilayah perairan Indonesia secara abu – abu.
Maksudnya adalah kelihatan legal namun ternyata illegal. Perusahaan asing ini
memberikan keuntungan yang sangat sedikit kepada negara Indonesia dan juga para
pekerjanya yang berasal dari Indonesia. Selain itu mereka tidak mau membagikan
rahasia untuk membuat mutiara menjadi lebih bagus. Kebanyakan mereka hanya
melakukan pengambilan untuk keuntungan mereka sendiri dan kemudian tidak
meninggalkan keuntungan bagi Indonesia.
Eksploitasi sumber daya
di Papua dengan pendekatan dari atas ke bawah 1989-2010
Berikut adalah sebagian kasus
yang dilaporkan dalam terbitan berkala DTE selama lebih dari 22 tahun terakhir.
Angka dalam kurung mengacu pada edisi terbitan berkala terkait. Daftar ini
tidak lengkap, tetapi memberikan indikasi besarnya kerusakan sumber daya Papua
dalam beberapa dekade terakhir.
1989: Marubeni dari
Jepang dijadwalkan untuk mulai mengimpor kayu serpih dari daerah hutan bakau di
Teluk Bintuni sebagai bagian dari proyek bersama PT Bintuni Utama Murni yang
mencakup kegiatan pabrik kayu serpih di Pulau Amutu Besar. Tak ada AMDAL, dan
konsesi itu tumpang tindih dengan area hutan konservasi. Di Jepang protes
terhadap proyek itu dilancarkan oleh JATAN dan FoE Jepang.
Scott Paper melanjutkan
rencana pembukaan perkebunan dan proyek bubur kayu di Merauke setelah mendapat
persetujuan pemerintah pada bulan Oktober 1988. Surat protes dilayangkan oleh
sejumlah ORNOP dan aksi protes juga dilancarkan di Jakarta. Perusahaan akhirnya
menarik diri dari proyek tersebut.
Perusahaan
Finlandia Rauma-Repola Oy tengah menjajaki kerja sama patungan
dengan PT Furuma Utama Timber Co, untuk mengembangkan proyek kertas dan
bubur kayu di Papua.
Konglomerat
Indonesia PT Garuda Mas melakukan studi kelayakan untuk pabrik pemrosesan
sagu di distrik Sorong. PT Sagindo Sari Lestari telah membangun pabrik
sagu di Bintuni-Manokwari.
Enam puluh enam dari 77
pemegang HPH dilaporkan telah menghentikan kegiatan penebangan mereka.
Perusahaan Australia McLean Ltd berencana untuk melakukan penebangan
di atas lahan HPH seluas 60.000 hektare di daerah Mamberamo melalui kerja sama
dengan PT Sansaporinda, yang disebut Mamberamo Forest Products.
Gucci dan Christian
Dior dikabarkan berminat atas investasi kulit buaya. Sekitar 2.500 lembar
kulit buaya telah diekspor ke Perancis sejak1987 oleh PT Skyline Jayapura.
Perburuan buaya dan penyelundupan kulit buaya dilaporkan terjadi di daerah
Sungai Mamberamo, dengan melibatkan kekerasan dan korupsi dalam perdagangan itu.
BUMN PT Aneka
Tambang berencana untuk membuka tambang nikel di Pulau Gag dengan dukungan
finansial dari Queensland Nickel Joint Venture, Australia. Ekspansi
besar-besaran terjadi di tambang Freeport dengan peningkatan produksi
emas sebanyak tiga kali lipat dari 5 ton menjadi 15 ton dalam 3 tahun ke depan
dan produksi konsentrat tembaga dari 25.000 ton menjadi 40.000 ton per hari.
Freeport merayakan ulang tahunnya yang ke 21 sambil meraup keuntungan terbesar
yang pernah dicapai. Seorang pekerja medis melaporkan telah terjadi 143
kecelakaan kerja yang serius dan 4 kematian dalam 3 tahun terakhir.
Perusahaan patungan
penebangan hutan Korea Selatan-Indonesia, You Liem Sari (anak
perusahaan You One Construction) dan PT Kebun Sari telah
menghancurkan penghidupan 90 keluarga di Muris, dekat Jayapura.
Enam perusahaan
pertambangan emas asing, satu dari Inggris dan lima dari Australia, mengincar
emas di Papua.
1990: Investigasi
oleh kantor berita Jepang, Kyodo, menemukan bukti pembalakan liar di Teluk
Bintuni oleh Bintuni Utama Murni Wood Industries yang didukung oleh
Marubeni. Di Teluk Bintuni, pemilik tanah suku Iraturu menuntut royalti dari
perusahaan, sementara kampanye terhadap keterlibatan Marubeni dalam perusakan
hutan bakau terus berlanjut di Jepang. Perusahaan itu diperintahkan untuk
menghentikan kegiatannya dan didenda oleh Menteri Kehutanan karena pembalakan
liar.
Perusahaan minyak
Amerika Serikat Conoco akan melakukan pengeboran sumur minyak yang
konon terbesar di Papua di daerah Kepala Burung sesuai dengan perjanjian bagi
hasil dengan perusahaan minyak negara Pertamina.
Pengapalan pertama ke
Jepang tepung sagu yang diproduksi oleh Sagindo Sari Lestari melalui
kegiatannya di Teluk Bintuni. Perusahaan itu mengumumkan rencana untuk
mendatangkan 200 keluarga transmigran untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja..
Gubernur Suebu
mempertimbangkan rencana sebuah konsorsium Australia untuk membangun pabrik
pembuangan limbah beracun di Nappan, Teluk Cenderawasih, untuk memproses limbah
tingkat tinggi dari Australia, Indonesia dan Singapura. Proyek peluncuran roket
pendorong satelit di Biak juga tengah direncanakan bersama dengan sebuah
perusahaan Amerika Serikat.
Freeport melakukan
negosiasi untuk memperluas kawasan kontrak menjadi 20 kali lebih besar dari
luas awalnya. Ornop Indonesia SKEPHI melaporkan bahwa 77 pemegang HPH sudah
mendapatkan 12,9 juta hektare dan mengatakan bahwa 70% dari hutan Papua seluas
41,8 juta hektare telah dialokasikan untuk berbagai jenis eksploitasi
(penebangan hutan, pembangunan waduk, lokasi transmigrasi, perkebunan,
pertambangan dan minyak).
PT Yapen Utama Timber siap
menghancurkan hutan perawan Pulau Yapen dan penghidupan masyarakat di pulau itu.
Pemerintah memberikan
lampu hijau kepada 19 pabrik bubur kayu baru, empat di antaranya berada di
Papua.
Gubernur Suebu
mengatakan bahwa survei satelit yang dilakukan oleh ahli AS menunjukkan bahwa
Papua memiliki cadangan emas terbesar di dunia (11).
1991: Perusahaan
negara Inhutani II diumumkan sebagai pengganti Scott Paper di
Merauke. Pemerintah Kanada mendanai studi kelayakan bagi perusahaan kayu/proyek
bubur kayu yang didanai Bank Pembangunan Asia di Sorong. Perusahaan yang
mengajukan diri untuk menjalankannya adalah PT Kayu Lapis, salah satu
kelompok perusahaan kehutanan besar di Indonesia yang sudah melakukan
penebangan hutan di Teluk Bintuni melalui anak perusahaannya PT Henrison
Iriana. Perusahaan ini dikabarkan memiliki dua HPH, masing-masing di kelurahan
Wasior dan Babo.
Proyek sagu PT
Sagindo Sari Lestari berencana untuk mendatangkan 8.000 keluarga
transmigran lagi untuk bekerja di proyek tersebut.
Sepuluh ORNOP dari AS,
Inggris, Jepang, dan Belanda menyuarakan keprihatinan mereka atas dampak
pertambangan Freeport dan perluasan proyek yang tengah berlangsung
terhadap masyarakat adat Papua dan lingkungannya. Freeport menanggapi dengan
membantah telah melakukan kesalahan, tetapi bersedia mengatur pertemuan dengan
ORNOP AS Environmental Defense Fund bersama dengan WALHI dan wakil WWF di
Jakarta serta memasang iklan untuk mencari staf lingkungan hidup. Perusahaan
itu menandatangani perjanjian dengan pemerintah Indonesia untuk perpanjangan
kontrak selama 30 tahun yang mencakup wilayah 2,5 juta hektare lahan dan CEO
James Moffett mengklaim bahwa ia “menancapkan tombak pembangunan ekonomi ke
jantung tanah Irian Jaya”. Tambang itu memiliki cadangan emas terbesar yang
pernah dipublikasikan. Bakrie Group membeli 10% saham Freeport
Indonesia. Serangkaian berita surat kabar melaporkan kisah perjanjian antara
pemimpin adat dan perusahaan itu tahun 1974 dan perlunya melakukan renegosiasi
perjanjian tersebut.
Pemerintah mengumumkan
rencana untuk membangun daerah wisata internasional di Pulau Biak dengan enam
hotel yang akan dibangun di atas tanah seluas 325 hektare.
Empat perusahaan lain
(termasuk tiga perusahaan internasional) telah menyerahkan proposal untuk
melakukan eksplorasi tembaga di Papua.
Kantor gubernur Papua
menyatakan bahwa Bintuni Utama Murni Wood Industries telah membuka hutan
bakau seluas 300 hektare secara ilegal. Perusahaan itu, dengan dukungan
perusahaan Jepang, Marubeni, belum membayar denda yang dikenakan tahun
lalu.
Dikabarkan ada proyek
pembangunan waduk pembangkit listrik tenaga air di Sentani dengan dukungan keuangan
dari Jerman.
1992: Moi,
masyarakat adat di Sorong, menolak kehadiran perusahaan penebangan hutan PT
Intimpura di tanah nenek moyang mereka, melakukan protes, bertemu dengan
wakil perusahaan dan pemerintah dan menyerukan agar dikenakan denda. Perusahaan
terus melakukan pembalakan meskipun belum memenuhi janjinya terhadap
masyarakat. Masyarakat setempat tak mengetahui adanya rencana pembalakan sampai
kegiatan itu dimulai.
Tiga perusahaan – PT
Yapen Utama, Wapoga Timber dan Barito Pacific Timber melakukan
penebangan hutan di Pulau Yapen, meskipun diprotes warga setempat.
Perusahaan patungan
Perancis –Australia PT Nabire mendapat ijin untuk melakukan
eksplorasi emas di lahan seluas lebih dari 825.000 ha di Papua. Perusahaan itu
adalah BRGM dari Perancis dan Consolidated Rutile dari
Australia, juga perusahaan Indonesia, PT Darma Bakti Cirendeu. Perusahaan
asing lainnya, Montague Gold, telah memiliki tiga proyek eksplorasi
patungan di Papua.
Sebuah konsorsium bank
Jerman akan menyediakan dana 70% untuk membangun pabrik peleburan di Gresik,
Jawa Timur, untuk melebur tembaga dari tambang Freeport. Dampak kegiatan
Freeport yang membuang puluhan ribu ton limbah batu setiap hari ke sungai
setempat merusak daerah dataran rendah, mengakibatkan banjir di hutan-hutan dan
mempengaruhi penghidupan masyarakat setempat.
PT Astra, perusahaan
yang pernah menjadi mitra Scott Paper dalam proyek bubur kayu di Merauke,
mengundurkan diri dari kerja sama itu karena masalah keuangan.
Perusahaan tambang batu
bara milik negara PT Tambang Batubara Bukit Asam akan bekerja sama
dengan 20 perusahaan daerah dalam usaha patungan baru di bidang batu bara,
termasuk di Papua.
1993: Warga
desa Moi di Sorong, melakukan penyerangan untuk ketiga kalinya terhadap base
camp perusahaan kayu PT Intimpura (yang dimiliki oleh militer)
setelah protes mereka terus menerus diabaikan. Ancaman dan intimidasi terus
dilancarkan terhadap masyarakat setempat yang melakukan protes terhadap pembalakan
yang terus berlanjut. Konflik serupa juga terjadi di distrik Manokwari antara
warga Sou di distrik Bintuni, dan perusahaan penebangan hutan PT Yotefa
Sarana Timber.
Rencana pembangunan
lembah Sungai Mamberano diumumkan oleh Menteri Riset dan Teknologi BJ
Habibie.
Perusahaan AS Eastern
Mining bekerja sama dengan dua perusahaan Indonesia untuk melakukan
eksplorasi emas dan tembaga di Papua.
Freeport akan
meningkatkan pemrosesan biji besi menjadi 115.000 ton per hari hingga 1996.
1994: Departemen
Kehutanan menekankan pentingnya relokasi pemrosesan kayu dari Sumatra dan
Kalimantan ke Papua.
Perusahaan Kanada Inco terus
melakukan eksplorasi tembaga terbatas di Papua. Ketika ornop menyuarakan
keprihatinannya, perusahaan itu mengatakan puas dengan catatan HAM Indonesia.
Sementara itu perusahaan patungan antara Ingold dari Kanada dan Eastern
Mining dari AS memperoleh ijin eksplorasi emas dan tembaga serta kontrak
produksi.
1995: RTZ (sekarang Rio
Tinto) membuat perjanjian dengan Freeport untuk mendanai ekspansi di
tambangnya, dan memperolah saham di Freeport dan bagian keuntungan dari
ekspansi itu sebagai imbalannya. Australian Council for Overseas Aid melaporkan
bahwa 37 orang tewas dalam beberapa bulan terakhir ini di tangan militer dan
aparat keamanan Freeport dan Freeport dituduh terlibat dalam penyiksaan dan
intimidasi 13 warga, penembakan 3 warga desa, dan hilangnya 5 warga desa.
Protes terhadap
keterlibatan RTZ di Freeport dilancarkan pada waktu Rapat Umum Pemegang Saham
perusahaan itu di London. WALHI menggugat Departemen Pertambangan dan Energi ke
pengadilan, menuduh departemen itu gagal dalam melakukan konsultasi secara
memadai sebelum menyetujui AMDAL Freeport. Pernyataan oleh pimpinan Amungme
menyerukan dihentikannya pembunuhan dan penyiksaan, penggusuran dan perusakan
lingkungan oleh kegiatan pertambangan Freeport. Laporan oleh Keuskupan Katolik
menunjukkan adanya bukti pembunuhan, penyiksaan dan penghilangan di daerah
konsesi pertambangan. Sementara itu kapasitas pemrosesan biji besi akan
ditingkatkan menjadi antara 175.000-200.000 ton per hari dan Presiden Suharto
menyetujui investasi Freeport. Badan Investasi Swasta Luar Negeri (Overseas
Private Investment Corporation) pemerintah AS membatalkan jaminan risiko
politik untuk Freeport senilai US$ 100 juta. Surat OPIC kepada perusahaan itu
mengungkapkan adanya kerusakan lingkungan yang besar. Badan Jaminan Investasi
Multilateral (Multilateral Investment Guarantee Agency) dari Bank Dunia juga
didesak untuk melakukan pembatalan serupa atas jaminan yang diberikan tahun
1990. Mahasiswa AS melancarkan protes terhadap Freeport. Suharto membuka kota
tambang Kuala Kencana dekat tambang Freeport, dan gugatan WALHI terhadap
Freeport kandas. Menteri Kehutanan Djamaluddin menginginkan agar perusahaan
kayu meningkatkan penebangan hutan di Papua.
1996: Angka
resmi menunjkkan bahwa produksi kayu telah meningkat tiga kali lipat tahun
1992-3 dibandingkan dengan dekade sebelumnya sebesar 1,3 juta m3 dari 68 HPH,
tetapi ini tak cukup dan Departemen Kehutanan mendorong lebih banyak produksi.
Jakarta menawarkan ijin bagi pabrik penggergajian dan pabrik bubur kayu baru
untuk Papua. Tingkat royalti yang lebih rendah diberlakukan sebagai insentif.
Enambelas proyek bubur
kayu diumumkan, termasuk pabrik dengan kapasitas 300.000 ton per tahun yang
akan dijalankan oleh Jayanti Group mulai 2003.
Terjadi kerusuhan massa
dan penyerangan terhadap properti Freeport di Tembagapura dan Timika
serta kota baru Kuala Kencana, setelah seorang warga suku Dani, yang tertabrak
oleh kendaraan yang dikemudikan oleh karyawan Freeport, kemudian dikabarkan
tewas dan dilempar ke jurang. CEO Freeport datang menemui pemimpin Amungme yang
mewakili korban dan mengajukan tuntutan. Pemimpin adat Tom Beanal menggugat perusahaan
itu di AS dan meminta ganti rugi sebesar US$6 miliar. Freeport menyorongkan
penyelesaian berupa 1% dari keuntungan kotor untuk program pengembangan
masyarakat dan sebagai imbalannya perusahaan dapat terus beroperasi dalam lahan
konsesi seluas 2,6 juta hektare. Freeport membatalkan jaminan risiko politik
dari MIGA maupun OPIC (yang sebelumnya telah diberikan kembali).
Sedikitnya 82 keluarga
(sebagian besar keluarga dari Jawa di lokasi transmigrasi) meninggalkan
proyek PT Sago Sari Lestari karena upahnya terlalu kecil untuk dapat
bertahan hidup.
Texmaco menggantikan
Astra untuk proyek Scott Paper di Merauke dan akan memproduksi rayon, bukan
bubur kayu. Perusahaan lain, Tanah Merah Hutan Lestari, tengah
mengembangkan perkebunan kayu seluas 350.000 ha di wilayah itu.
1997: Kekerasan
terjadi, dipicu oleh suatu kasus perkosaan yang melibatkan karyawan-karyawan
Papua Freeport, mengakibatkan 6 tewas dan 52 luka. Timbul lagi kekerasan
di tambang Freeport-Rio Tinto yang menewaskan sedikitnya empat warga Papua. Di
daerah hilir, warga tergusur oleh lumpur dan limbah tailing yang dibuang
Freeport, yang telah menenggelamkan Koperapoka Lana dan merusak 300.000 ha
hutan. Sementara itu, ditemukan cadangan emas baru. Pemerintah mendapati bahwa
air sungai tak layak untuk dikonsumsi. Gugatan oleh pemimpin Amungme Tom
Beanal, dan Yosepha Alomang ditolak di AS. Saham Bakrie di Freeport
diambil alih oleh Nusamba, yang berada di bawah kendali keluarga Suharto
dan kroninya si raja kayu Bob Hasan. Lebih banyak pasukan akan ditempatkan di
Timika dan Freeport membangun barak bagi militer setempat.
BHP mengumumkan
proyek tambang nikel di Pulau Gag, melalui kerja sama dengan perusahaan tambang
negara, PT Aneka Tambang.
Suharto
menginstruksikan pemerintah agar membangun satu juta hektare perkebunan di
Papua.
Rencana pembangunan
pembangkit listrik, industri berat dan produksi pangan di daerah aliran
sungai Mamberamo diumumkan. Ada rencana untuk menarik investor Jerman.
Seperti halnya mega proyek lahan gambut Kalimantan Tengah, Mamberamo
ditampilkan sebagai cara untuk mengembalikan swadaya beras. Seminar mengenai
Mamberamo diadakan di Jakarta untuk menarik investor.
Penemuan gas di Teluk
Bintuni diumumkan oleh perusahaan AS Atlantic Richfield (ARCO –
ladang gas itu kemudian menjadi proyek Tangguh, yang dikendalikan oleh BP).
1998: Pemerintah
mengumumkan tak akan mengeluarkan ijin penebangan hutan lagi di Indonesia pada
tahun 1998, kecuali di Papua dan Timor Timur.
Disetujui kontrak
pertambangan nikel di Pulau Gag untuk usaha patungan BHP dan Aneka
Tambang.
Badan perencanaan
pembangunan nasional (BAPPENAS) membuat daftar proyek baru untuk
mengeksploitasi sumber daya Papua di tujuh zona. Rencana tersebut mencakup
transmigrasi besar-besaran yang dipadukan dengan penebangan hutan, proyek kayu
lapis, kelapa sawit, gula tebu dan serat tekstil di Merauke dan eksploitasi gas
di Teluk Bintuni .
Mantan Gubernur Suebu
(yang duduk di badan pengawas pembangunan untuk wilayah Indonesia Timur)
mengumumkan bahwa Jerman, Jepang dan Australia telah menyepakati untuk
menanamkan modal di mega proyek Mamberamo (37). Rencana untuk mega
proyek itu tidak terpengaruh oleh ’krismon’ dan laporan menyebutkan bahwa pembebasan
tanah mulai berjalan.
Sekitar 2.100 orang
akan dipindahkan dari kota tambang Freeport Timika ke lokasi
transmigrasi. Freeport terlibat dalam pembunuhan 11 orang dan tindak kekerasan
lain yang dilakukan oleh militer Indonesia di dekat tambangnya. Kekerasan itu
didokumentasikan dalam laporan pemimpin gereja di Mimika. Dinding air setinggi
20 kaki dimuntahkan Danau Wanagon, di mana Freeport membuang limbah tambangnya,
mengakibatkan banjir di desa Waa dan sejumlah banjir dan tanah longsor, yang
menelan korban dua pekerja. Kegiatan perusahaan diselidiki oleh sebuah komisi
DPR yang mendapati bahwa perusahaan itu belum memberikan cukup manfaat bagi
masyarakat setempat. Terjadi mogok kerja di pertambangan karena masalah gaji.
Sementara itu, jatuhnya Suharto memicu munculnya tuntutan akan penentuan nasib
sendiri dan kemerdekaan rakyat Papua di seluruh wilayah itu.
Detail rencana ARCO dan
mitranya untuk mengeksploitasi gas di proyek Tangguh diumumkan ke masyarakat
luas.
1999: Penguasaan
tanah besar-besaran, termasuk ribuan hektare di Papua, oleh keluarga Suharto
mulai merebak, ,dengan sedikitnya 5 perusahaan terlibat dalam sektor perkebunan,
perikanan dan industri. Sementara pembicaraan tentang ‘otonomi’ dan ‘Dialog
Nasional’ mengenai Papua berlanjut, Departemen Kehutanan menyerukan agar
pemerintah distrik Merauke memastikan adanya pembukaan lahan dan penyelesaian
pemberian kompensasi sehingga perkebunan kelapa sawit, gula dll milik Texmaco dapat
mulai beroperasi.
Kanwil Kehutanan
mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan permohonan ke pemerintah pusat
untuk pembangunan 20 proyek perkebunan kelapa sawit baru skala menengah dan
besar serta fasilitas pemrosesannya di distrik Jayapura, Merauke, Nabire,
Fakfak dan Manokwari. Sebuah pembangunan perkebunan kelapa sawit di Sorong
oleh Korindo Group (melalui anak perusahaan Bangun Karya Irian)
tengah menunggu persetujuan. Dua anak perusahaan lain sudah mengembangkan
perkebunan seluas 3.000 ha di Merauke.
Sebuah pembangunan
perkebunan baru di wilayah Arso diumumkan, dengan pengembang PT PNII –
perusahaan perkebunan negara - dengan perkebunan seluas 102.000 ha
dan membangun pabrik pengolahan minyak sawit mentah (CPO). Lahan seluas 1 juta
hektare dialokasikan untuk ‘Zona Pembangunan Ekonomi Terpadu Biak’ untuk
ditanami padi, sagu dan kelapa sawit, dan akan dikembangkan oleh PT Dato,
konsorsium perusahaan Malaysia dan Jerman. PT Varita Majutama (anak
perusahaan Jayanti Group, yang menjalankan proyek kayu lapis, sagu dan
pengalengan ikan di Biak) memperluas perkebunan yang sudah ada di Babo, Teluk
Bintuni, dengan mengerahkan tenaga kerja transmigran dan perusahaan itu
merencanakan untuk membangun kilang pengolahan dan pelabuhan. Sinar Mas mengatakan
akan membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit mentah dengan fasilitas
pelabuhan di distrik Jayapura dan sudah menanam kelapa sawit di perkebunan
seluas 13.000 hektare di sana. Perusahaan lain (PT Tujuh Wali-Wali dan PT
Prabu Alaska) tengah menunggu persetujuan untuk proyek mereka di distrik
Jayapura dan Fakfak.
Lembaga Adat Suku
Amungme (LEMASA) mengancam akan menutup tambang Freeport-Rio Tinto kalau
perusahaan itu tidak mengubah cara kerjanya. Skandal korupsi yang melibatkan
Menteri Perekonomian Ginandjar Kartasasmita, Aburizal Bakrie dan
Freeport, memicu munculnya tuntutan untuk melakukan negosiasi ulang atas
kontrak perusahaan yang dibuat tahun 1991 itu. Sementara itu Presiden Habibie
menginstruksikan para menteri untuk membantu perusahaan pertambangan itu agar
meningkatkan produksinya menjadi 300.000 ton per hari dan perluasan wilayah
tambang disetujui setelah Freeport sepakat untuk meningkatkan pembayaran
royalti atas tembaga dan emas yang dikeruk.
Wakil Papua yang hadir
dalam pertemuan peresmian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengecam
penyerobotan tanah dan sumber daya mereka oleh pemerintah pusat di Jakarta yang
kemudian membagi-bagikannya ke berbagai perusahaaan. Mereka menuntut
kemerdekaan dari Indonesia (Terbitan khusus DTE Oktober 1999). Sebuah kampanye
internasional diluncurkan untuk mendesak pemerintah agar mengakui bahwa PEPERA
(Penentuan Pendapat Rakyat)1969 adalah penipuan.
Continental Energy,
untuk anak perusahaannya Apex Ltd, menandatangani kontrak bagi hasil
dengan Pertamina untuk melakukan eksplorasi atas blok seluas 9.500 km
persegi di lepas pantai timur laut Papua.
Perwakilan Papua Barat
meminta Kelompok Kerja PBB untuk Masyarakat Adat agar pihak-pihak yang terlibat
dalam proyek Mamberamo melakukan konsultasi dengan 7.300 warga yang
terimbas. Perwakilan itu menyatakan bahwa hingga saat ini ”hampir semua
kebijakan dan keputusan untuk apa yang disebut ‘pembangunan’ di Papua Barat
dibuat tanpa sepengetahuan mereka”.
2000: Dengan
latar belakang tuntutan terbuka untuk kemerdekaan atau paling tidak dialog
mengenai status politik Papua, warga Papua mengajukan tuntutan baru untuk
penutupan tambang Freeport-Rio Tinto dan ditariknya pasukan militer
dari Timika. Penahan waduk Wanagon ambruk dua kali, menyebabkan tewasnya empat
pekerja kontrakan dan banjir yang parah di daerah hilir. Pengurangan sementara
dalam pemrosesan biji besi diberlakukan. WALHI menggugat Freeport karena
pelanggaran undang-undang pengelolaan lingkungan hidup. Kapal survei yang
dioperasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melaporkan adanya
banyak endapan dari tambang Freeport di Laut Arafura. Freeport menyepakati
kerangka kerja nota kesepahaman dengan organisasi masyarakat LEMASA dan LEMASKO.
Informasi dari
Badan pengelolaan Lingkungan Hidup (Bapedal) di Jayapura menunjukkan bahwa 57
perusahaan kayu telah menebang pohon di lahan seluas 11 juta hektare. Bapedal
menyebutkan nama enam perusahaan dengan HPH seluas lebih dari 200.000 hektare
yang menguasai lahan sejumlah total 6,8 juta ha. Ketua Asosiasi Panel Kayu
Indonesia (Apkindo) mengatakan bahwa banyak perusahaan menghentikan operasi
karena konflik dengan masyarakat.
Dewan Presidium Papua
yang baru dan pro-kemerdekaan mengeluarkan resolusi mengenai investasi asing.
Investasi asing disambut baik selama investor menghargai hak-hak masyarakat
adat Papua dan lingkungannya.
Kesepakatan ‘road for
logs’ (jalan untuk kayu) yang melibatkan empat perusahaan Korea Selatan
ditandatangani di Jakarta. Sesuai dengan kesepakatan ini perusahaan-perusahaan
tersebut akan membangun jalan sepanjang 11.280 km yang menghubungkan Jayapura
dengan Nabire dan Sorong dan sebagai imbalannya mereka akan mendapatkan hak
penebangan pohon selebar lima kilometer di sebelah kiri dan kanan sepanjang
jalan baru tersebut.
Sementara itu
masyarakat setempat dari Yapen Waropen menuntut kompensasi atas penebangan
hutan dari perusahaan Korea lainnya, Kodeco.
2001: Undang-undang
Otonomi Khusus untuk Papua akhirnya dikeluarkan pada bulan Oktober, dua tahun
setelah diberlakukannya UU Otonomi Daerah agar daerah memperoleh bagian yang
lebih besar atas pendapatan yang diperoleh dari sumber daya alam. Tenggat waktu
1 Mei bagi pengesahan RUU itu ditunda. Demonstran menolak otonomi dan
menyerukan kemerdekaan sementara pihak keamanan menggilas demonstrasi politik,
menangkap para pemimpin Papua yang pro-kemerdekaan. Puluhan orang dilaporkan
tewas setelah ditembak dan/atau dihajar pihak keamanan.
Perusahaan merger
Inggris/AS, BP/Amoco (dahulu ARCO) merencanakan untuk memulai
produksi dari ladang gas raksasa Tangguh di Teluk Bintuni tahun 2005. Menteri
Lingkungan Hidup Sony Keraf mengatakan bahwa proyek itu akan merupakan ujian
bagi UU Lingkungan Hidup yang baru, yang mensyaratkan partisipasi masyarakat
dalam AMDAL. Kepala Bapedalda Ali Kastella mengatakan bahwa proyek itu
mengancam ribuan hektare hutan bakau. Masyarakat adat Sebiar (Sebayar)
mengancam akan menghentikan kegiatan BP Tangguh jika perusahaan itu gagal
membayar ganti rugi yang telah dijanjikan atas pohon sagu yang hancur selama
survei yang dilakukan tahun 1996-1997.
Pembunuhan terhadap
sejumlah pekerja penebang dan polisi memicu operasi brutal oleh Brimob di
Wasior. Perusahaan yang terlibat adalah PT Dharma Mukti Persada,. Kejadian
tersebut mengundang debat mengenai potensi pelanggaran HAM di sekitar
lokasi BP Tangguh.
Bulan Februari
Indonesia melelang 21 blok eksplorasi, termasuk 6 blok di Laut Arafura.
Freeport-Rio Tinto ditengarai
oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia sebagai satu dari dua
perusahaan yang paling mencemari di Indonesia timur, tetapi pemerintah kembali
memberikan perusahaan itu ijin untuk berproduksi lebih banyak sebesar 230.000
ton per hari. WALHI memenangkan gugatan atas Freeport dan perusahaan itu
dinyatakan bersalah melanggar UU Lingkungan Hidup No 23/1997. Pihak militer menegaskan
bahwa mereka siap mengamankan fasilitas Freeport dari ancaman keamanan di
tengah-tengah seruan untuk menarik pasukan militer keluar dari Papua. Freeport
menemukan lebih banyak tembaga dan emas dalam wilayah konsesinya.
Mega proyek Mamberamo akan
berjalan terus, menurut pejabat tingkat provinsi, tetapi Bank Dunia membantah
sedang mempertimbangkan untuk mendanai waduk pembangkit listrik tenaga air itu
dan mengindikasikan bahwa proyek itu merupakan gagasan yang buruk. Rombongan
pimpinan masyarakat adat dari Mamberamo pergi ke Jakarta untuk menuntut
penghentian proyek, tetapi pemerintah tampaknya sudah berketetapan untuk terus
melanjutkannya dan “terus mendesak masyarakat setempat agar menerima rencana
itu”.
Peraturan baru untuk
menghentikan pertambangan di hutan lindung diperdebatkan oleh
perusahaan-perusahaan tambang, termasuk BHP, yang merencanakan untuk
mengembangkan tambang nikel di Pulau Gag di perairan Papua.
2002: BP melakukan
analisis dampak HAM di Tangguh di tengah-tengah kekhawatiran mengenai
pengaturan keamanan gaya Freeport di Teluk Bintuni dan potensi
pelanggaran HAM terhadap warga setempat. Pendudukan base-camp BP di Manokwari
selama sehari penuh oleh masyarakat setempat memaksa dihentikannya kegiatan
proyek Tangguh. Sejumlah ornop di Manokwari menyerukan moratorium. BP membentuk
komisi (TIAP) untuk pengawasan yang lebih ketat atas pelaksanaan proyek itu,
lalu komandan militer Papua mengunjungi lokasi proyek dan menyatakan bahwa
militer memiliki kewajiban untuk melindungi lokasi proyek semacam itu.
Pengunjung lokasi melaporkan kekhawatiran masyarakat setempat yang mendalam
atas masa depan mereka.
Data pemerintah
menunjukkan bahwa 3,3 juta hektare dari 11,5 juta hektare hutan yag dimaksudkan
untuk dijadikan hutan lindung di Papua tumpang tindih dengan konsesi
pertambangan. Hal yang sama juga terjadi pada 1,5 juta ha dari 7,5 juta hektare
hutan konservasi Papua. Perusahaan yang terlibat termasuk BHP dan Freeport.
Gubernur Solossa melobi untuk mencabut larangan atas proyek BHP. BHP adalah
satu dari enam perusahaan yang pertama kali mendapat persetujuan untuk
melanjutkan operasinya, setelah pemerintah bertekuk lutut karena mendapat
tekanan kuat untuk mengijinkan pertambangan di hutan lindung.
Menteri Kehutanan
Prakosa meminta Gubernur Papua Solossa untuk mencabut keputusan yang
mengijinkan ekspor kayu merbau yang berharga yang bertentangan dengan larangan
pemerintah pusat. Pelanggaran HAM terkait dengan bisnis pembalakan liar
dilaporkan oleh kelompok HAM di Papua, ELSHAM. International Crisis Group
mengeluarkan laporan yang menunjukkan hubungan antara militer, eksploitasi
sumber daya alam secara ilegal dan pembayaran uang keamanan oleh
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua. Pejabat militer atau “yayasan”
yang dijalankan oleh militer dilaporkan menjadi pemilik saham dalam perusahaan
penebangan hutan PT Hanurata dan Jayanti. Kasus-kasus intimidasi
yang melibatkan Jayanti di Teluk Bintuni dilaporkan, juga penembakan oleh
pasukan Kopassus yang menelan korban di lokasi PT Wapoga Mutiara Timber,130
km barat Jayapura. ICG merekomendasikan moratorium penebangan komersial untuk
Papua dan penghapusan keterlibatan militer secara bertahap dalam ekstraksi
sumber daya alam.
Papua mengalami demam penebangan
hutan yang berpusat di daerah Kepala Burung dengan banyak pembeli asing yang
berminat atas kayu merbau. Banyak kasus penebangan liar dan penyelundupan kayu
yang dilaporkan. Mafia kayu yang terkait dengan kerusakan hutan yang meningkat
pesat muncul di Sorong berupa kolusi antara pejabat setempat, militer/polisi
dan perusahaan kayu. Terdapat 53 ijin HPH skala besar di Papua, mencakup 11-13
juta hektare, ditambah ratusan ijin HPH skala kecil yang dikeluarkan sejak
1998. Dibandingkan dengan daerah lain, laju kegiatan penebangan lebih rendah
dan jumlahnya berkurang sekitar 1,8 juta ha antara 1985 dan 1997. Produksi kayu
antara 1995-2000 adalah 1,7 juta meter kubik per tahun (37% dari target
pemerintah). Tak ada pembangunan hutan produksi kayu dan laju pembangunan
perkebunan rendah dibandingkan dengan daerah lain.
Pekerja HAM berada di
bawah tekanan dalam melakukan investigasi terbunuhnya tiga orang (satu warga
Indonesia dan dua warga Amerika) di dekat tambang Freeport-Rio Tinto yang
mengarah pada adanya keterlibatan militer. Perusahaan diketahui membayar
puluhan juta dolar untuk pasukan pengamanan. Kejadian yang diprovokasi oleh
militer di dekat pertambangan diyakini merupakan upaya untuk membenarkan
keberadaan militer yang terus bercokol di sana dan pembayaran mereka. Sementara
itu pemerintah Papua memiliki rencana untuk mendapatkan 15% saham pertambangan
itu dan juga meminta adanya langkah-langkah secukupnya untuk mengatasi polusi
pertambangan.
Medco, Perusahaan
energi Indonesia terbesar yang terdaftar (dalam bursa efek Indonesia), membeli
90% saham dalam blok eksplorasi minyak dan gas di Yapen.
2003: Pemegang
saham perusahaan memaksa Freeport untuk mengungkapkan berapa besar
uang keamanan yang telah dibayarkan dan terus dibayarkan ke polisi dan militer
di Papua. Hal ini mengundang debat mengenai praktik manipulasi penguasaan
kendali keamanan dan pelanggaran HAM terkait dengan kegiatan Freeport. Tanah
longsor di lubang tambang raksasa Grasberg menewaskan delapan korban, yang segera
memicu aksi protes di Indonesia dan London terhadap pertambangan. Yosepha
Alomang, pembela HAM dari masyarakat adat Amungme menerbitkan kisah pribadinya
selama tinggal di dekat tambang Freeport dan penderitaan yang dialaminya di
tangan militer ketika ia memprotes dampak pertambangan itu.
Timbul lebih banyak
keraguan mengenai proyek gas Tangguh dengan dipublikasikannya
rangkuman atas penilaian dampak HAM proyek itu dan laporan dari Majelis
Penasehat Independen Tangguh (TIAP). Kekhawatiran baru termasuk usulan
pembagian Papua menjadi tiga provinsi (pemekaran) dan implikasi meningkatnya
kehadiran militer yang ditimbulkan.
Delegasi DPRD dan
pejabat Dinas Kehutanan menolak untuk mencabut ijin penebangan hutan dalam
pertemuan dengan pejabat Departemen Kehutanan di Jakarta. Dalam masa demam
logging di Papua tahun lalu, ijin HPH mencakup kawasan seluas 11,8 juta hektare
diberikan kepada 44 perusahaan.
Timbul kekhawatiran
mengenai dampak potensial rencana BHP untuk menambang nikel di pulau
Gag terhadap ekosistem kelautan Raja Ampat yang tak jauh dari situ. Diplomat
Australia melakukan lobi agar penambangan dapat terus berlanjut di hutan
lindung atas permintaan perusahaan-perusahaan yang bersangkutan, termasuk BHP.
2004: Situasi
politik yang memburuk di Papua dan munculnya kembali militer sebagai kekuatan
yang dominan dalam politik Indonesia menimbulkan kekhawatiran mengenai
perlindungan HAM di Tangguh.
WALHI melaporkan bahwa
ekspor kayu illegal dari Papua telah mencapai 600.000 meter kubik per bulan.
2005: Laporan
yang dibuat EIA-Telapak mengenai pembalakan liar di Papua mengungkapkan bahwa
Papua adalah pusat pembalakan liar utama di Indonesia. Setiap bulan sejumlah
300.000 meter kubik kayu diselundupkan ke Cina. Ada jaringan korupsi dan
intimidasi yang melibatkan sindikat broker dan penghubung yang kuat di
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Cina. Masyarakat adat Papua hanya mendapat
‘uang receh’ sebagai pengganti sumber daya hutan mereka yang sangat berharga
yang harus mereka serahkan. Distributor lantai kayu terkemuka di AS, Goodfellow
Inc, menjual produk yang berasal dari kayu ilegal Papua. Beberapa menteri
memerintahkan penggrebekan atas pembalakan liar di Papua, tetapi hal ini
menjadi rumit karena hukum Papua dan nasional yang saling bertentangan mengenai
siapa yang berhak atas penerbitan HPH.
Pernyataan masyarakat
adat Soway, Wayuri dan Simuna yang menyerukan dihentikannya kegiatan
proyek Tangguh di Teluk Bintuni hingga masalah yang berlarut-larut
mengenai tanah diselesaikan. Tiga ratus ornop dan individu menandatangani surat
mendesak Chief executive BP Lord Browne agar tidak meneruskan
proyek itu sampai kekhawatiran tentang HAM dan konteks politik secara lebih
luas diatasi. Seorang mantan vice-president BP turut mengkritik
proyek itu dan TIAP dituduh meremehkan kekhawatiran atas pelanggaran HAM.
Ada rencana untuk
membangun pangkalan militer di Taman Nasional Wasur di Merauke
Mahkamah Konstitusi
Indonesia memenangkan perusahaan-perusahaan pertambangan yang ingin meneruskan
kegiatan mereka di hutang lindung – termasuk BHP, di Pulau Gag,
padahal ada laporan mengenai ancaman dan suap.
Global Witness mendesak
agar dilakukan investigasi terhadap kegiatan Freeport sesuai dengan
hukum AS dan Indonesia terkait dengan pembayaran terhadap petugas militer dan
polisi. Ada keterlibatan seorang mantan komandan militer di Papua. Pejabat yang
sama pernah menduduki jabatan militer senior di Timor Timur ketika tindakan
sewenang-wenang oleh pasukan dan militia yang didukung oleh angkatan darat
Indonesia terjadi.
2006: Detail
atas pembayaran Freeport terhadap personel polisi dan militer
diungkapkan lebih lanjut dalam laporan investigasi New York Times (68).
Dua laporan secara terinci melaporkan dampak lingkungan hidup Freeport (WALHI)
dan dampak sosialnya (Yahamak/ELSHAM), serta mencakup masalah seputar
pendulangan emas oleh masyarakat setempat di aliran pembuangan tailing
Freeport. Para demonstran di Jakarta mendesak agar tambang ditutup. Dana
pensiun pemerintah Norwegia mencabut investasinya di Freeport dengan alasan
etika.
Bank Pembangunan Asia
menyetujui pinjaman untuk Tangguh, meskipun ada protes dari ornop.
Pemimpin gereja Baptis Papua Pendeta Socratez Sofyan Yoman mengirim surat
ke BP untuk menyatakan keberatan atas hubungan perusahaan dengan
pemerintah yang melakukan tindakan sewenang-wenang di luar ‘area proyek’ Tangguh.
Secara resmi, Papua
merupakan provinsi kedua terkaya di Indonesia, tetapi perhitungan Bank Dunia
menunjukkan bahwa meskipun terdapat pertumbuhan rata-rata 10% dalam dekade
terakhir dan aliran pendapatan meningkat sejak diberlakukannya otonomi khusus,
40% warga Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan – lebih dari dua kali lipat
angka rata-rata nasional.
Menteri Kehutanan Kaban
Malam mengumumkan rencana China Light untuk menanamkan modal sebesar
US$1 miliar dalam proyek penebangan dan pemrosesan kayu untuk memasok kayu
keras merbau bagi fasilitas olahraga di Olympic Games 2008 di Beijing.
Hutan-hutan di Papua
gundul dengan laju yang jauh lebih pesat daripada yang sebelumnya diperkirakan,
menurut analisis Forest Watch Indonesia. Hanya 45% hutan yang masih utuh (17,9
juta ha). Penyebab utamanya adalah penebangan komersial besar-besaran.
Greenpeace menyorot enam pabrik pemrosesan kayu besar di Papua, termasuk Henrison
Iriana (anak perusahaan Kayu Lapis Indonesia). Peraturan daerah
khusus (Perdasus) memberi masyarakat hak untuk mengelola usaha penebangan skala
kecil, tetapi komitmen Jakarta untuk mendukung langkah desentralisasi patut
dipertanyakan.
BHP mengatakan
perusahaan itu tak akan membuang tailingnya ke laut di tambang nikel yang
sedang direncanakan di Pulau Gag dan tak akan melanjutkan kegiatan penambangan
jika daerah itu dijadikan Situs Warisan Budaya Dunia.
2007: Ada
pertanyaan mengenai emisi CO2 dari proyek Tangguh di samping
kekhawatiran yang terus berlanjut mengenai situasi keamanan dan pelanggaran HAM.
Buruh mogok di
tambang Freeport-Rio Tinto karena praktik diskriminasi tenaga kerja.
JATAM dan WALHI menerbitkan buku baru mengenai Freeport. Disampaikan petisi
yang mendesak pemerintah untuk menangani masalah Freeport. Dua perempuan tewas
tertembak dan seorang luka dalam demonstrasi di lokasi pertambangan.
Rencana besar untuk
perkebunan kelapa sawit – antara 1 dan 3 juta hektare tengah dipromosikan di
Papua. Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia mengatakan bahwa terdapat
lebih dari 2 juta hektare yang tersedia untuk pengembangan perkebunan kelapa
sawit. Saat ini tengah dikembangkan sekitar 90.000 ha di provinsi Papua dan 30.000
di provinsi Papua Barat. Gubernur Suebu mengatakan ia telah setuju untuk
menyediakan sejuta hektare tanah untuk investasi kelapa sawit sesuai
permintaan Sinar Mas, Medco dan Felda (BUMN Malaysia)
dengan fokus untuk memasok pasar bahan bakar solar nabati (biodiesel). Sinar
Mas memiliki rencana untuk proyek kelapa sawit di distrik Mappi, Boven Digul
dan Merauke, serta telah menandatangani nota kesepahaman untuk 200.000 ha di
masing-masing distrik. Sinar Mas dilaporkan memiliki rencana ambisius untuk 2,8
juta hektare di ketiga distrik itu, serta tiga distrik lain di bagian utara
Papua (Sarmi, Keerom dan Jayapura). Investor lain dalam demam kelapa sawit ini
adalah perusahaan Malaysia Genting Bhd (kelapa sawit untuk bahan
bakar nabati), perusahaan Indonesia Muting Mekar Hijau (kelapa sawit
dan gula); perusahaan Indonesia Rajawali Corp (distrik Keerom), Indomal (distrik
Merauke). Trans Pacific, perusahaan patungan Indonesian-Singapura-Cina
dilaporkan berminat untuk mengembangkan bahan bakar agro dari sagu.
Masalah yang
berlarut-larut mengenai hak atas tanah, akses terhadap sumber daya alam dan
pekerja migran, dilaporkan oleh International Crisis Group terkait proyek-proyek
perkebunan kelapa sawit milik perusahaan Korea Korindo di distrik
Boven Digul. ICG memperkirakan bahwa proyek Sinar Mas di bagian
selatan Papua saja akan memerlukan didatangkannya tenaga kerja non-Papua
sejumlah 42.000– lebih dari jumlah keseluruhan populasi distrik itu saat ini.
Ada laporan mengenai penyiksaan dan pembunuhan dua warga Papua di dekat
perkebunan Korindo dan kematian seorang pekerja Korindo (75).
Gubernur Suebu
mengatakan ia ingin melindungi lebih dari setengah tanah yang ditargetkan untuk
pembangunan dan menggunakan hutan lindung untuk menghasilkan kredit karbon.
2008: Gubernur
Suebu menandatangani Nota Kesepahaman dengan Emerald Planet dan New
Forests Asset Management untuk menaksir potensi karbon di Mimika,
Mamberamo dan Merauke. Suebu mengatakan bahwa dari 31,5 juta hektare kawasan
hutan di Papua, 50% diperuntukkan bagi konservasi, 20% untuk produksi dan 30%
untuk konversi termasuk perkebunan dan pertanian. Proyek percontohan REDD telah
dikembangkan di Pegunungan Cyclops dekat Jayapura bersama dengan Fauna and
Flora International, tapi masih menunggu persetujuan dari Jakarta.
BP dan Rio
Tinto mengumumkan keuntungan global dalam jumlah besar. Sementara itu di
Papua, sembilan belas pendulang emas tewas ketika tailing longsor di dekat
pertambangan Freeport-Rio Tinto. Di Teluk Bintuni, TIAP melaporkan adanya
penambahan 100 pasukan ke Bintuni dan 30 ke Babo, dekat proyek Tangguh.
Media cetak di Papua mengungkapkan keprihatinan akan pembatasan penghidupan
nelayan dan relokasi di Teluk Bintuni karena proyek Tangguh.
Seiring meroketnya
harga pangan dunia, direncanakan mega proyek yang disingkat MIRE (pendahulu
MIFEE) untuk Merauke yang melibatkan investor dari Saudi Arabia dan
dialokasikan 1,6 juta hektare tanah. Lima perusahaan lokal terlibat (PT Sumber
Alam, PT Wolo Agro Lestari, PT Comexindo, PT Medco dan PT
Bangun Cipta Sarana). Timbul pertanyaan mengenai apakah produksi itu sebagian
besar akan diekspor atau digunakan untuk keperluan domestik.
Medco sudah mulai
membangun pabrik kayu serpih di Merauke dan berencana untuk membangun pabrik
bubur kayu dan kertas tahun 2012. Dua perusahaan lain, Modern Group dan International
Paper dikabarkan berminat atas proyek bubur kayu di Merauke.
Koalisi 20 kelompok
masyarakat sipil Papua meluncurkan kampanye di Jakarta untuk menyelamatkan
warga dan hutan Papua, yang berada di bawah ancaman penebangan, perkebunan
kelapa sawit, dan tanaman untuk bahan bakar agro lainnya, serta proyek jalan.
Mereka ingin pemerintah berhenti mengeluarkan ijin kehutanan sebelum ada
peraturan daerah mengenai hak masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alam.
Data Departemen Pertanian menunjukkan bahwa sekarang terdapat 14 perusahaan
perkebunan kelapa sawit di Papua dan 6 di antaranya sudah mulai mengembangkan
konsesinya; dua perkebunan kakao dan dua perkebunan sagu.
Laporan oleh gereja
Protestan di Papua mengenai pengembangan proyek kelapa sawit oleh PT
Rajawali Group di distrik Keerom menimbulkan kekhawatiran mengenai metode
yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan akses ke tanah masyarakat dan
dampak sosialnya. Jaringan ornop Foker LSM Papua mengeluarkan film mengenai
kelapa sawit di Keerom.
BHP Billiton menarik
diri dari proyek nikel pulau Gag. Ornop setempat mendesak dihentikannya
proyek-proyek pertambangan nikel lainnya di daerah itu, yang lebih kecil dan
sebagian sudah berproduksi.
2009: Komitmen
perubahan iklim BP untuk proyek Tangguh dicermati lebih
dekat seiring dengan akan beroperasinya proyek gas itu. Sekitar 3 juta ton
karbon dioksida akan dilepaskan per tahun, menurut dokumen AMDAL.
Freeport mengakui
bahwa perusahaan itu masih membayar militer Indonesia. Adanya penembakan-penembakan
yang mengakibatkan korban tewas di dekat pertambangan memicu organisasi
masyarakat sipil setempat untuk menyerukan dialog damai guna menyelesaikan
konflik di Papua. Warga Amungme selaku pemilik tanah mengajukan gugatan baru
terhadap Freeport dan menuntut ganti rugi sebesar US$30 miliar untuk perusakan
lingkungan hidup dan pelanggaran HAM.
Sedikitnya 3 perusahaan
eksplorasi pertambangan Australia mencari kandungan tembaga dan emas besar di
Papua, yaitu Hillgrove Resources di distrik Sorong dan
Manokwari, Arc Exploration Ltd (dahulu Austindo Resources
Corporation) di Teluk Bintuni, melalui perusahaan bernama PT Alam Papua
Nusantara, dan Nickelore Ltd, di daerah yang berbatasan dengan konsesi
Freeport.
Pemerintah provinsi
Papua mengumumkan rencana untuk membangun waduk pembangkit listrik tenaga air
di Komauto untuk memasok listrik, mendukung proyek semen di Timika serta pembangunan
pariwisata di Paniai.
2010: Pemerintah
menargetkan lahan seluas 250.000 hektare untuk perkebunan tanaman industri dan
tanaman rakyat pada tahun 2010-2014 dari total jumlah 2,7 juta hektare dalam
skala nasional. Hutan yang baru merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca.
Penebangan liar
dianggap sebagai penyebab banjir bandang di distrik Wasior yang menelan banyak
korban.
Perusahaan Cina, Far
East, ingin menanamkan modal dalam pertambangan batu bara di 5 daerah di distrik
Manokwari.
Sudah
sepantasnya pemerintah kita dapat mengatasi masalah ini. Karena jika terus – terusan
seperti ini maka lama kelamaan SDA di Indonesia akan habis karena banyak
dieksploitasi oleh perusahaan asing. Akibatnya juga tidak ada SDA yang tersisa
bagi Indonesia. Hal ini tentunya dapat menjadi masalah besar. Selain itu, saya
juga berharap bukan hanya dari pemerintah saja yang mengatasi masalah ini,
namun juga bisa dari kita, masyarakat Indonesia yang bahu membahu berusaha
mengusir perusahaan asing yang mengeksploitasi SDA kita. Selain itu kita juga
harus menjaga SDA yang kita miliki saat ini supaya nantinya masih dapat
dinikmati oleh generasi kita yang selanjutnya.
Daftar
Pustaka
[1]
https://indoopinion.wordpress.com/2016/12/22/eksploitasi-
sda-di-indonesia-oleh-perusahaan-asing/